Pengertian Agama
Agama
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama sudah menjadi bahasa
Indonesia, secara etimologi berasal dari bahasa Sanksekerta terdiri dari kata a artinya
tidak, gama artinya kacau, agama berarti tidak kacau. Sebagian lain mengatakan a adalah
cara, gama adalah jalan, agama berarti cara jalan, maksudnya cara berjalan
untuk menempuh keridhaan Tuhan.
Dalam bahasa inggris agama disebut religion,
berasal dari bahasa latin leregele artinya mengumpulkan, membaca. Religion mengandung
pengertian kumpulan cara-cara peribadatan yang terdapat dalam kitab suci yang harus dibaca. Dalam bahasa arab agama adalah dien yang
secara etimologis memiliki arti balasan atau pahala, ketentuan, kekuasaan, pengaturan, perhitungan, taat, patuh dan kebiasaan. Agama memang membawa peraturan, hukum yang
harus dipatuhi, menguasai dan menuntut untuk patuh kepada Tuhan dengan menjalankan
ajarannya, membawa kewajiban yang jika tidak dilaksanakan akan menjadi hutang yang
akan membawa balasan baik kepada yang taat memberi balasan buruk kepada yang
tidak taat. Secara terminologis, Hasby as-siddiqi mendefinisikan agama sebagai
dustur (undang-undang) ilahi yang didatangkan Allah untuk menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia didunia untuk mencapai
kerajaan dunia dan kesejahteraan akhirat.
Agama
adalah peraturan Tuhan yang diberikan kepada manusia yang berisi sistem kepercayaan, sistem penyembahan dan sistem kehidupan
manusia untuk mencapai kebahagiaan didunia dan diakhirat. Menurut endang saefudin anshari (1990) Agama
meliputi sistem kredo kepercayaan atas adanya sesuatu yang mutlak diluar manusia, sistem ritus
tatacara peribadatan manusia kepada yang mutlak dan sistem norma atau tata kaidah
yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan dengan alam lainnya sesuai dan sejalan dengan tata keimanan
dan tata peribadatan tersebut.
Pengertian Moral dan Akhlak
Kata
moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti kebiasaan (Daud Ali,2005:353)2. Moral juga berarti ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan kewajiban
(Kamus Besar, l990: 592).3 Dengan pengertian semacam ini moral berfungsi sebagai standart ukuran suatu
perbuatan itu baik atau buruk menurut adat istiadat atau pandangan umum suatu
masyarakat, jadi bersifat lokal. Sesuatu dikatakan baik menurut adat istiadat di
Minangkabau Sumatera belum tentu baik menurut adat istiadat di jawa Tengah. Setiap kelompok
masyarakat yang mendiami suatu wilayah memiliki adat istiadat sendiri-sendiri,
dengan demikian juga memiliki standart moral sendiri-sendiri pula.(Asmaran,l994:4).
Moral memang bersifat lokal. Berdekatan dengan term moral dalam Islam dikenal istilah akhlaq (dalam
ejaan bahasa Indonesia menjadi akhlak). Akhlak menjadi salah satu kerangka dasar
Islam disamping aqidah dan syari’ah (Daud Ali, 2005:l33).4 Dengan demikian
akhlak menempati posisi penting di dalam Islam. 5 Secara etimologis akhlak berarti kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan secara spontan
tanpa dipikirkan terlebih dulu (Ibnu Maskawaih, l329 H: l5).6 Dengan demikian
akhlak berarti kualitas pribadi yang telah melekat pada jiwa.
Apabila dorongan itu menurut akal maupun agama
dikatakan baik, maka akhlaknya dikatakan baik pula. Ia disebut orang yang memiliki
akhlakularimah. Sebaliknya, jika dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan buruk, maka perbuatan
itu disebut
ber-akhlaq al-mazmumah (Mustofa, ed.,2006:256). Dalam bahasa jawa,
akhlak berarti budi pekerti.Orang yang selalu berbuat baik disebut berbudi bowo leksono (orang yang berbudi luhur), dan orang yang
selalu berbuat jelek disebut berbudhi candholo (orang yang budi pekertinya jelek). Baik buruk akhlak didasarkan pada sumber
nilai (Ibrahim, l979:124), dalam hal ini akhlak identik dengan filsafat tingkah laku.
Hanya saja sumber nilai akhlak didasarkan pada Alquran dan Hadist Nabi Muhammad. Di sinilah letak perbedaan
antara moral dengan akhlak. Pertimbangan baik buruk dalam akhlak didasarkan pada
wahyu, sementara moral didasarkan pada kesepakatan bersama yang bersifat lokal.
Agama Sebagai Sumber Moral
Al-Quran
dan As-Sunnah adalah sumber petunjuk bagi manusia, dan ini sesuai dengan apa yang disebut dalam Ayat-ayat
Al-Qur’an berikut : Artinya : “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)“. (QS. Al Baqarah : l85 ). Artinya : “ Sebelum (Al Quran), menjadi
petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha
Perkasa lagi mempunyai Balasan (siksa) “. ( QS. Ali Imran : 4). atau para hambanya yang takwa kepada-Nya atau
muttaqin. Dalam hal ini Allah berfirman yang artinya : “ Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak
ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa “. ( QS. Al Baqarah : l
- 2 ). Salah satu bagian dari kehidupan adalah moral. Dengan demikian perbuatan manusia itu ketika dinilai baik atau buruk,
sumber penilaian itu haruslah dari Alquran dan Assunnah. Artinya Alquran dan Assunnah
menjadi sumber nilai perbuatan manusia.
Pengertian
sumber nilai tidak hanya suatu perbuatan itu dinilai baik atau buruk, melainkan juga menjadi acuan untuk
berbuat sesuai dengan yang dikatakan baik oleh Alquran dan assunnah, dan berdiam
diri tidak melakukan sesuatu karena Alquran dan Assunnah mengatakannya tidak
baik. Orang tidak boleh mabuk dan berjudi karena keduanya adalah perbuatan setan yang berarti buruk. Seperti pada
firman Allah yang Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan “. ( QS. Al Maidah : 90 ). Orang disuruh hanya memakan makanan yang halalan
thayyiban karena itu adalah baik. Seperti pada firman Allah yang Artinya : “ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu “. (QS. Al
Baqarah : l68). Di Dalam Alquran sedemikian banyak, bahkan tak terhitung apa saja yang dikatakan baik dan apa saja yang dikatakan
buruk. Perbedaan baik dan buruk, halal dan haram, hak dan batal dijelaskan
kriterianya masing-masing oleh Alquran. Itulah sebabnya Salah satu dari nama Alquran - di
samping nama-nama yang lain - adalah alfurqan. Salah satu kriteria sesuatu dikatakan tidak
baik karena akan berakibat dosa dan tempat kembalinya ke neraka, sedangkan yang
baik akan mendapatkan pahala dan tempat kembalinya adalah surga dan ampunan Allah. Contohnya adalah
seorang muslim kawin dengan wanita musyrik atau seorang muslimah kawin dengan
laki-laki musyrik , baik laki-laki maupun wanita musyrik, keduanya mengajak ke
neraka. Jika seorang muslim hanya kawin dengan wanita muslimah, perkawinan itu diajak
oleh Allah kepada ampunan-Nya dan surga. Demikian firman Allah: Artinya : “dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak
yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada
manusia supaya mereka mengambil pelajaran“. ( QS. Al Baqarah : 221 ). Karena Alquran dan Assunnah sebagai sumber akhlak,
setiap muslim untuk bisa berakhlakulkarimah, pertama-tama harus mengetahui setiap yang
dikatakan baik dan buruk oleh Alquran maupun Assunnah. Alquran terdiri atas 30 juz
(bagian). Setiap juz terdiri ata 9 lembar. Setiap lembar terdiri atas 2 halaman. Setiap
halaman terdiri atas sejumlah ayat. Setiap ayat terdiri atas satu hingga sejumlah
informasi atau petunjuk.
Melalui
kegiatan pemahaman atau tafsir dapat diketahui maknanya mengandung kualitas baik atau buruk, dosa
atau pahala, manfaat atau madarat, hak atau batal, surga atau neraka sebagai balasan
pelaku kandungan makna tersebut. Sementra itu Assunnah lebih banyak lagi. Naskah kitab-kitab hadis lebih tebal daripada
Alquran. “Shahih al-Bukhari” terdiri atas 99 kitab (dalam arti bab), Shahih
Muslim terdiri atas 54 bab, Sunan Abu Dawud terdiri atas 40 bab, Suinan at-Turmuzi terdiri
atas 47 bab, Sunan Nasai terdiri atas 51 bab, Sunan Ibnu Majah terdiri
atas 38 bab, Sunan ad-Darimi terdiri atas 24 bab, Muwatta’ Malik terdiri 56 bab
(Syuhudi Ismail, l99l:85-94).7 Setiap bab terdiri atas sejumlah (secara umum banyak) sub bab.
Setiap sub bab terdiri atas sejumlah
hadis. Setiap hadis terdiri atas sejumlah
informasi atau petunjuk. Selain yang telah disebutkan ini masih ada kitab-kitab hadis
lain yang bersifat induk seperti Musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Kitab ini terdiri atas 6 jilid tebal, yang
secara keseluruhan mengandung l0.000 hadis. 9000 hadis lebih dalam kitab ini termasuk
hadfis sahih yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum atau pedoman dalam beragama. Ketidaktahuan apa yang dikatakan baik atau
buruk oleh Alquran maupun Assunnah menyebabkan ketidaktahuan pula perbuatan
(perasaan, pikiran, keyakinan, maupun perbuatan fisik) yang dilakukan itu baik atau
buruk, masuk kategori akhlaqul karimah atau akhaqul mazmuihah. Persoalannya
adalah, seberapa banyak yang sudah diketahui yang termasuk baik dan yang termasuk buruk menurut
Alquran dan Assunnah, dan seberapa banyak pula yang diketahui baik telah menjadi tabiat seorang
muslim. Dari sinilah setiap muslim telah dapat diukur atau mengukur dirinya sendiri
telah termasuk ber-akhlaqul karimah atau belum, masih jauh dari kriteria itu
atau telah mendekatinya, secara umum termasuk orang yang ber-akhlaqul karimah atau
termasuk orang yang ber-akhlaqul mazmuhah. Langkah selanjutnya menyatakan komitmen atas dasar keyakinan “keharusan” untuk menjadi orang baik, orang bermanfaat,
orang yang ber-akhlaqul karimah.
“Aku harus berbuat baik”, “Aku berhenti menjadi orang jahad”, “Aku harus bermanfaat bagi orang lain”, “Aku tidak
pernah akan merugikan orang lain”. Supaya komitmen itu memiliki energi sehingga mampu
melahirkan perbuatan konkrit, maka
harus didasari argumentasi rasional atau
bukti bahwa orang yang tidak baik, orang jahad, orang yang ber-akhlaqul mazmumah ternyata
merugikan orang lain, bahkan juga merugikan dirinya sendiri.
Akhlak Mulia Dalam Kehidupan
Akhlak
merupakan garis pemisah antara yang berakhlak dengan orang yang tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh
Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa,
karena salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ialah
membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang
terdahulu mulai pada jaman penyembahan berhala oleh pengikutnya yang telah
menyeleweng. Hal ini juga berlaku pada zaman jahilliyyah dimana akhlak manusia telah runtuh,perangai umat yang terdahulu dengan
tradisi meminum arak, membuang anak, membunuh, melakukan kezaliman sesuka hati,
menindas, suka menjolimi kaum yang rendah martabatnya dan sebagainya. Dengan itu
mereka sebenarnya tidak berakhlak dan tidak ada bedanya dengan manusia yang tidak beragama.
Akhlak juga merupakan nilai yang menjamin keselamatan
kita dari siksa api neraka. Islam menganggap mereka yang tidak berakhlak tempatnya di dalam
neraka. Umpamanya seseorang itu melakukan maksiat, durhaka kepada kedua orang
tuanya, melakukan kezhaliman dan sebagainya, sudah pasti Allah akan menolak
mereka untuk dijadikan ahli syurga. Selain itu, akhlak juga merupakan ciri-ciri kelebihan di antara manusia
karena akhlak merupakan lambang kesempurnaan iman, ketinggian taqwa dan
kealiman seseorang manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda
yang bermaksud : “Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya.” Kekalnya suatu ummah juga karena
kokohnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya suatu umat itukarena lemahnya
akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-kisah sejarah dan
tamadun manusia melalui al-Quran seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum nabi Ibrahim,
Bani Israel dan lain-lain. Umat yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di bawah
keridhoan dan perlindungan Allah ialah umat yang seperti pada zaman Rasulullah saw. Tidak adanya akhlak yang baik pada diri
individu atau masyarakat akan menyebabkan manusia krisis akan nilai diri, keruntuhan rumah tangga,
yang tentunya hal seperti ini dapat membawa kehancuran dari suatu negara. Presiden
Perancis ketika memerintah Perancis dulu pernah berkata : “Kekalahan Perancis di tangan
tantara Jerman disebabkan karena tentaranya runtuh moral dan akhlak” Pencerminan
diri seseorang juga sering digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan. Malahan, akhlak merupakan perhiasan diri bagi
seseorang karena orang yang berakhlak jika dibandingkan dengan orang yang tidak berakhlak tentu
sangat jauh perbedaannya.
Akhlak
tidak dapat dibeli atau dinilai dengan suatu mata uang apapun, akhlak merupakan wujud di dalam diri
seseorang yang merupakan hasil didikan dari kedua orang tua serta pengaruh dari
masyarakat sekeliling mereka. Jika sejak kecil kita kenalkan,didik serta diarahkan pada akhlak
yang mulia, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkah laku dalam
kehidupan sehari-hari hingga seterusnya. Pada lingkungan masyarakat yang tak beragama,
orang cenderung melakukan beragam tindakan yang tak bermoral. Perbuatan buruk seperti penyogokkan,
perjudian, iri hati atau berbohong merupakan hal yang biasa. Hal demikian tidak
terjadi pada orang yang taat kepada agama. Mereka tidak akan melakukan semua
perbuatan buruk tadi karena mengetahui bahwa ia harus mempertanggungjawabkan semua
tindakannya di akhirat kelak. Sulit dipercaya jika ada orang mengatakan, Saya ateis namun tidak
menerima sogokan”, atau Saya ateis namun tidak berjudi. Mengapa? Karena orang
yang tidak takut kepada Allah dan tidak mempercayai adanya pertanggungjawaban di
akhirat, akan melakukan salah satu hal di atas jika situasi yang dihadapinya
berubah. Baik secara umum atau global maupun detail atau rinci, dalam semua
bidang kehidupan Islam menghendaki harus baik. Untuk diktum yang pertama Allah berfirman yang artinya : “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)
dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)“. (
QS. Hud :
61 ). Kebaikan yang diajarkan Islam tidak hanya terbatas didunia, melainkan
mencakup kehidupan akhirat. Tuntunan doa untuk ini sebagaimana firman Allah yang
artinya : “dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami,
berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari
siksa neraka ". ( QS. Al Baqarah : 20l ). Untuk diktum yang kedua, Allah berfirman yang
artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya. dan Bara ngsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya pula“. (QS. Az-Zalzalah: 7–8) Di antara dua kutub moralitas global dan detail
manusia diberi kebebasan untuk mengapresiasi diri, berlomba, berangan-angan, bercita-cita,
bertutur kata, dan berbuat yang baik. Allah berfirman yang artinya : “dan Katakanlah: "Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan
bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka.Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek “. ( QS. AlKahfi : 29 ). Artinya : “Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan“. ( QS. Al Baqarah :l48 ) Semakin seseorang berpacu ke arah kebaikan
dan dapat mengaktualisasikannya ke dalam kehidupan praktis, ia akan memperoleh
predikat muhsinin. Allah berfirman yang artinya : “ ......dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik “. ( QS. Al Baqarah : l95 ). Orang-orang seperti ini akan dimulyakan
Allah. Yang paling mulya kedudukannnya di antara para muhsinin adalah yang paling takwa
diantara mereka. Allah berfirman yang artinya :“ Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu “ . ( QS.
Al Hujarat : l3 ). yaitu tipologi orang yang dalam hidup dan kehidupannya senantiasa
berusaha berbuat baik, berlomba dalam kebaikan, sekuat tenaga menghindari
kejahatan (fahsya’ wal munkar), dia itulah orang yang ber-akhlaqul karimah.
Di
dalam literatur klasik Islam, orang semacam ini disebut insan kamil (manusia sempurna)Ada jalan
khusus untuk menjadi orang yang memiliki akhlaqul karimah atau insan
kamil, sebagaimana yang ditempuh oleh kaum sufi (kaum yang senantiasa mengupayakan kesucian jiwa untuk secara rohani
mendekat kepada Allah). Jalan itu disebut maqamat atau tingkatan dalam tangga. Secara kronologis,
tingkatan tangga menurut Mohammad Iqbal8 meliputi: (l) keberanian dan menghindari rasa
takut, (2) toleransi dan menghindari sukuisme berlebihan, (3) kasbi halal dan
tidak memintaminta, (4) kerja kreatif dan orisinal dan (5) cinta dan menjauhi sikap
memperbudak
Pengertian
Etika
Secara istilah etika adalah ilmu yang membicarakan tentang tingkah laku
manusia. Sebagian ahli yang lain mengemukakan definisi etika sebagai teori
tentang laku perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh
yang dapat ditentukan akal. Hanya saja ilmu akhlak atau etika Islam tidak hanya
bersumber pada akal, melainkan pula yang terpenting adalah Al-Qur’an dan
Hadits.
Hubungan
Moral, Susila, Budi Pekerti, Akhlak, dan Etika
Etika (ilmu akhlak) bersifat teoritis sementara moral, susila, akhlak
lebih bersifat praktis. Artinya moral itu berbicara soal mana yang baik dan
mana yang buruk, susila berbicara mana yang tabu dan mana yang tidak tabu,
akhlak berbicara soal baik buruk, benar salah, layak atau tidak layak.
Sementara etika lebih berbicara kenapa perbuatan itu dikatakan baik atau kenapa
perbuatan itu buruk. Etika menyelidiki, memikirkan, dan mempertimbangkan
tentang yang baik dan buruk, moral menyatakan ukuran yang baik tentang tindakan
itu dalam kesatuan sosial tertentu. Moral itu hasil dari penelitian etika.
Akhlak karena bersumber pada wahyu maka ia tidak bisa berubah. Meskipun
akhlak dalam Islam bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah sementara etika,
moral, dll. bersumber pada akal atau budaya setempat, tetap saja bahwa semuanya
mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dalam hal ini akhlak Islam sangat
membutuhkan terhadap etika, moral, dan susila karena Islam mempunyai
penghormatan yang besar terhadap penggunaan akal dalam menjabarkan ajaran-ajaran
Islam, dan Islam sangat menghargai budaya suatu masyarakat.Kalaupun adat lokal
menyimpang, Islam mengajarkan kepada umatnya agar mengubahnya tidak sekaligus
melainkan secara bertahap.
Komentar
Posting Komentar